Prancis Berkeping-keping

Rabu, 23 Juni 2010 11:32 WIB
Jakarta (ANTARA News) - Belanda, Brasil, Uruguay, Meksiko, Argentina dan Korea Selatan sudah lolos ke putaran 16 besar Piala Dunia, tetapi salah satu tim favorit Prancis diibaratkan pecah berkeping-keping.

Tim nasional Les Bleus itu tidak kompak, berseteru di dalam antara pemain dengan pelatih Raymond Domenech setelah dipulangkan striker Nicolas Anelka, yang memicu mundurnya ketua tim dan anggota federasi sepak bola Prancis.

Presiden Prancis Nicolas Sarkozy dan Menpora Prancis Roselyne Bachelot pun tak kuasa mengukuhkan kembali tim yang seperti jatuh berkeping-keping itu.

Nasib tim yang pernah bersinar di jaman Zinedine Zidane itu amat tragis ketika terhenti di babak penyisihan Grup A Piala Dunia 2010. Sejarah Prancis pada Piala Dunia 2002 terulang, ketika mereka tersingkir di penyisihan grup dan hanya memperoleh satu poin selama menjalani turnamen.

Tim asuhan Domenech yang asli Prancis ini, tidak lolos ke babak knockout karena penampilan buruk Selasa malam termasuk selama perhelatan Piala Dunia 2010. Pada laga Grup A, Franck Ribery DKK hanya mampu mengoleksi satu poin, hasil imbang saat bertemu Uruguay 0-0 sedangkan melawan Meksiko kandas 0-2.

Ketika bertemu tuan rumah Afrika Selatan pada laga penentu di Stadion Free State Selasa malam, juara Piala Dunia 1998 ini kalah 1-2. Kondisi itu benar-benar membuat Prancis prak poranda. Gol pertama Afrika Selatan dicetak pemain bertahan Bungani Khumalo pada menit ke-20 memanfaatkan umpan tendangan pojok Siphiwe Tshabalala. Khumalo sukses menyundul bola ke jala gawang yang dijaga Hugo Loris.

Kejadian tragis muncul, ketika belum sempat memberikan gol balasan, Prancis sudah kehilangan salah satu pemain pilar, Yoann Gourcuff. Pemain tengah dari Bordeaux itu dapat kartu merah dari wasit asal Kolombia Oscar Ruiz karena menyikut pemain Afrika Selatan Tshabalala pada menit 26.

Serangan pasukan Bafana-Bafana semakin menjadi-jadi karena tidak stabilnya lini tengah tim Les Bleus dan sebagai akibatnya, asuhan pelatih asal Brasil Carlos Alberto Parreira itu mampu menambah kemenangan lewat gol striker Katlego Mphela pada menit ke-37.

Tsepo Masilela mengirim umpan lambung dari sisi kiri dan bola jatuh di dekat Mphela, yang berhasil menguasai si kulit bundar dari Gael Clichy. Mphela berhasil menggetarkan jala gawang Prancis.

Usai istirahat, Prancis mencoba bersatu mempertajam serangan yang berakibat lahirnya gol balasan melalui pemain tengah Florent Malouda menit ke-70.

Tetapi kemenangn 2-1 atas tim Les Bleus tidak mengangkat posisi mereka dalam urutan klasemen Grup A, yang dipuncaki Uruguay dengan tujuh poin, disusul Meksiko empat poin, Afrika Selatan (4) dan Prancis (1).

Kondisi ini benar-benar mirip dengan penampilan mereka pada Piala Dunia 2002, ketika sebagai juara Piala Dunia 1998, tapi tidak mampu berbuat banyak. Prancis gagal menyarangkan satu gol pun ke gawang Senegal, Uruguay dan Denmark sehingga gagal melaju ke babak berikut. Begitu pun di Piala 2010, dengan status runnerup Piala Dunia 2006 Jerman, Les Bleus juga tak berdaya menghadapi persaingan dengan Uruguay, Meksiko, dan Afsel.

Bedanya dengan Piala Dunia 2002 yang tidak meraih satu pun gol, kali ini Prancis mendapat satu gol melalui Malouda.

Namun kegagalan Prancis pada turnamen sepak bola dunia kali ini sebenarnya sudah terlihat tanda-tandanya sejak awal. Di luar faktor teknis kekalahan dari Meksiko dan bermain imbang dengan Uruguay, masalah internal lebih banyak menyedot enerji mereka.

Perpecahan melibatkan pemain, pelatih dan manajemen itu diduga menjadi salah satu penyebab utama buruknya penampilan Prancis. Setelah striker Anelka dipulangkan ke Paris oleh Domenech, disusul kapten Patrice Evra dari Manchester United yang tidak bersedia turun lapangan sehingga posisinya digantikan Alou Diarra.

Mengecewakan

Dunia sepak bola memang tercoreng dengan insiden yang menimpa Prancis, yang bertengkar dalam tim dan disaksikan dunia secara terbuka.

"Saya amat kecewa. Saya mendukung Prancis tetapi bagaimana saya mau menghormati mereka?," kata Romain Fabart, karyawan swasta berusia 34 tahun, yang bergabung dengan pendukung Afrika Selatan setelah Prancis keluar dari Piala Dunia.

"Bila anda pemain anda bisa menolak untuk tidak tampil. Ini benar-benar tidak dapat dipercaya," kata Fabart, yang tinggal di London, seperti dilansir Reuters, Rabu.

"Mereka mewakili negara Prancis, tetapi hari ini mereka tidak termotivasi sedikit pun," katanya. Pascal Filaterro (40), pekerja IT dari Paris, memberikan hukuman kepada Domenech.

"Walau kalah tapi kami sekarang lega. Kami bahagia bahwa ia akan pergi dan lehernya sebenarnya sudah dari dulu harus dipenggal," katanya mengomentari si pelatih.

"Ini merupakan bencana di dalam dan di luar lapangan. Ini tidak harus menjadi lebih menyedihkan," kata Filaterro.

Ia menyambut baik bila Domenech segera pergi dan berharap Laurent Blanc, yang membawa Prancis ke jenjang sukses Piala Dunia 1998 ketika ia menjadi kapten, akan menangani tim itu, membawa pemain baru dan ide baru.

Sedangkan, acara nonton bareng pertandiangan Prancis melawan Afrika Selatan di dekat Menara Eiffel, Paris, berubah menjadi ajang mencemooh tim nasional mereka sendiri. Ribuan warga Prancis yang tumplek di dekat menara dunia itu, malah akhirnya berbalik mendukung Afrika Selatan.

Hingga Selasa malam, tim yang sudah maju ke putaran sistem gugur adalah Belanda,

Brasil, Uruguay, Meksiko, Argentina dan Korea Selatan sedangkan yang tersingkir adalah Kamerun, Korea Utara, Afrika Selatan, Prancis, Yunani dan Nigeria.

Di antara tim yang tersingkir, Prancis lah yang paling menderita, karena tercatat dalam sejarah Piala Dunia sebagai tim "yang kalah sebelum kalah", bahkan dianggap sudah jatuh berkeping-keping.
(T.ARL/P003)

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © Sumber Referensi